ULASAN DAN TANGGAPAN 3 KASUS YANG BERHUBUNGAN DENGAN TELEMATIKA
1.
Kasus 1 : Kejahatan Email Spoofing (diambil dari http://ronny-hukum.blogspot.com/)
Email Spoofing adalah kejahatan Cyber atau Cybercrime
yang pelakunya menyamarkan dirinya sebagai pihak lain yang mengirim email.
Pelaku Email Spoofing mengirim email menggunakan alamat email pengirim milik
orang lain sehingga pihak Penerima email mempercayai bahwa email yang
diterimanya berasal dari orang yang disamarkan. Kerugian terjadi jika pihak
Penerima email melakukan tindakan mengikuti keinginan pelaku Email Spoofing
misalnya mengirimkan sejumlah uang ke nomor rekening milik pelaku kejahatan.
Ciri-ciri dari kejahatan Email Spoofing yang mesti
diwaspadai oleh berbagai pihak terutama pelaku bisnis adalah:
a. Pelaku menggunakan Situs Email yang mampu mengirimkan email dengan alamat email
pengirim yang bebas ditentukan, sehingga bisa saja pelaku kejahatan menggunakan
alamat email pengirim milik orang lain.
b. Penggunaan reply-to dimana
ketika Penerima email membalas email yang diterimanya akan mengarah ke alamat
email yang disebutkan pada reply-to. Dalam kejahatan Email
Spoofing, alamat email reply to adalah milik pelaku kejahatan sehingga
korespondensi email berlangsung melalui pelaku kejahatan.
c. Pada
umumnya pelaku kejahatan Email Spoofing adalah orang yang dapat
mengetahui korespondensi email perusahaan, misalnya seorang Cracker.
Untuk mengelabui pihak yang bertransaksi dagang biasanya pelaku kejahatan Email
Spoofing menggunakan model konten email perusahaan yang biasa digunakan dalam
korespondensi email misalnya Nama Perusahaan, Alamat, dan Nomor Telepon atau
Fax perusahaan yang melakukan transaksi dagang.
Ilustrasi kejadian Email Spoofing diberikan contoh sebagai
berikut: si A sebagai pelaku kejahatan Email Spoofing berhasil menghubungi BUDI
dan ERIK (dua pihak yang mewakili perusahaan dalam transaksi dagang) melalui
tools pengiriman email yang sifatnya bebas menggunakan alamat email pengirim
orang lain. Si A bebas menggunakan alamat email milik BUDI dan ERIK dalam
pengiriman email. si A mengirim email ke BUDI dengan menggunakan alamat email
pengirim milik ERIK. Demikian pula, si A mengirim email ke ERIK
menggunakan alamat email milik BUDI. Baik BUDI maupun ERIK percaya bahwa mereka
berdua saling berkomunikasi tanpa melalui pihak lain. Padahal mereka
berkomunikasi melalui perantara si A sebagai pelaku kejahatan Email Spoofing.
Saat pertama kali si A mengirim email ke BUDI dan ERIK ditentukan alamat email
balasan (reply-to) ke email pelaku kejahatan, sehingga ketika BUDI dan ERIK
membalas email yang diterimanya maka akan terkirim ke email si A sebagai pelaku
kejahatan.
Lazimnya, korespondensi bisnis lewat email tidak dilakukan
dengan menggunakan fasilitas reply-to atau mengarahkan balasan email
ke alamat email yang lain. Oleh karena itu, kita harus sangat berhati-hati
ketika menerima email dari seseorang yang menggunakan reply-to pada
alamat email yang berbeda.
Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, salah satu azasnya adalah Kehati-hatian. Oleh
karena itu, pengguna sistem elektronik termasuk pengguna email harus
berhati-hati, tidak langsung mempercayai email yang diterimanya, apalagi
permintaan untuk transfer uang ke nomor rekening tertentu. Pengguna email
seharusnya melakukan cross-check
sumber email, menghubungi lewat nomor telepon perusahaan atau kontak lewat
website perusahaan untuk konfirmasi
nomor rekening.
Tanggapan untuk Kasus 1 : Sangat benar pada
saat ini kita sebagai pengguna sistem elektronik harus berhati-hati seperti
yang tertera dalam salah satu azas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, terutama untuk pelaku bisnis yang
memanfaatkan sistem elektronik untuk bertransaksi. Ada baiknya untuk pelaku
bisnis ini, melakukan cara-cara pencegahan agar email-spoofing tidak menimpa mereka. Selain pelaku bisnis tidak
langsung mempercayai email yang diterimanya, cara lain yang dapat dilakukan
oleh pelaku bisnis ini untuk mencegah kebocoran keamanan informasi yaitu dengan
melakukan block spoofed emails. Dalam
melakukan pengeblokan spoofed emails,
dapat digunakan dengan 2 cara yaitu Sender
Policy Framework (SPF) dan Domain Keys
Identified Mail (DKIM). SPF adalah suatu sistem validasi email yang dibuat
untuk mendeteksi dan mengeblok spoofed
emails. SPF melakukan deteksi dan pengeblokan email dengan cara verifikasi
server email pengirim sebelum meneruskan email ke penerima. Sedangkan DKIM adalah
metode autentikasi email berbasis cryptographic
signing. DKIM ini dilakukan dengan cara membubuhkan tandatangan digital pengirim
pada email tersebut. Untuk melakukan cara-cara tersebut tentunya pelaku bisnis
harus mengerti bagaimana langkah-langkah untuk melakukan block spoofed emails. Hal ini membuat pelaku bisnis setidaknya
memiliki pihak dalam bisnisnya yang mengerti tentang dunia IT untuk menjaga
keamanan jalannya bisnis di dunia cybernya.
2.
Google Diminta Hapus Jutaan Link (diambil dari
Google selama ini telah menjegal situs-situs pembajak agar
tidak muncul di halaman teratas mesin pencarinya. Namun langkah itu tampaknya
masih kurang ampuh. Sepanjang 2014 justru ditemukan peningkatan dalam jumlah
link yang terkait pembajakan.
Dikutip KompasTekno dari TorrentFreak, Rabu
(7/1/2014), para pemegang hak cipta meminta Google menghapus ratusan juta situs
pembajak dari mesin pencarinya.
Total ada 345.169.134 situs yang diduga melanggar hak cipta.
Mereka berharap penghapusan situs itu akan mencegahnya kehilangan pelanggan
potensial.
Jumlah tersebut ditemukan TorrentFreak melalui laporan
mingguan Google. Mayoritas laporan pelanggaran hak cipta itu direspon positif.
Raksasa internet itu menghapus link yang dilaporkan sehingga
tidak muncul dalam daftar hasil pencariannya. Namun, ada juga situs-situs
tertentu yang tautannya tidak dihapus oleh raksasa internet ini. Alasannya
adalah situs yang dilaporkan tampak tidak melanggar atau sudah pernah dihapus
sebelumnya.
Situs-situs yang paling banyak dilaporkan adalah
4shared.com, rapidgator.net serta uploaded.net. Masing-masing situs tersebut
memiliki lebih dari 5 juta URL yang dilaporkan.
Pilihan
yang Legal
Para pemilik hak cipta sudah sering memprotes Google terkait
link menuju konten bajakan. Mereka berpendapat raksasa internet itu harus ikut
bertanggung jawab.
Google menjawab kritik tersebut dengan perubahan pada
algoritma mesin pencarinya. Mereka memberlakukan sistem hukuman untuk situs
yang URL-nya dilaporkan melanggar hak cipta. Hukuman itu adalah menurunkan
peringkat situs tersebut sehingga tidak muncul dalam hasil pencarian.
Namun Google menggaris bawahi satu pesan. Para pemilik hak
cipta mestinya bisa berperan lebih banyak. Misalnya dengan mempermudah akses
menuju konten yang legal.
“Kombinasi yang tepat antara harga, kemudahan serta
ketersediaan bisa mengurangi pembajakan yang terjadi. Bahkan lebih ampuh
ketimbang memaksakan (penghapusan),” tulis Google dalam keterangan resminya.
Sumber: TorrentFreak
Editor: Wicak Hidayat
Tanggapan untuk
Kasus 2 : Pembajakan konten saat ini memang masih marak meskipun beberapa
link illegal sudah dihapus dan blokir. Mengapa hal ini masih terjadi ? Penyedia
konten-konten bajakan ini masih melakukan “pekerjaaannya” dikarenakan masih
adanya para penikmat jasa mereka. Harga yang disediakan oleh para penjual
konten legal terlalu mahal untuk pengguna yang membutuhkan konten tersebut
menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap banyaknya link penyedia konten
illegal. Para pemilik hak cipta memang tidak harus sepenuhnya memprotes Google
terkait link menuju konten bajakan. Mereka juga harus melihat keinginan dan
kemampuan pasar marketing agar tetap bisa bersaing di industri mereka
masing-masing. Kerugian pembajakan lebih besar daripada kita menjual barang
dengan harga yang lebih murah mungkin bisa dipertimbangkan untuk pemilik hak
cipta, karena pembajakan tidak memberikan keuntungan untuk pemilik hak cipta. Selain
dari kedua pihak tersebut, kesadaran pengguna juga berperan penting terhadap
maraknya pembajakan. Mungkin untuk yang belum mampu membeli Operating System (OS) atau software-software berbayar dapat menggunakan
OS atau software yang gratis terlebih
dahulu. Agar terbiasa dengan freeware
, sering-sering saja kita bayangkan bagaimana posisi kita jika kita menjadi
pemilik hak cipta, hehehe ^^.
3.
Demi E-Money, Perbankan dan Telekomunikasi Harus
Bersatu (diambil dari http://tekno.kompas.com/read/2014/06/11/1721520/demi.e-money.perbankan.dan.telekomunikasi.harus.bersatu)
Bank Indonesia (BI) belum lama ini mengeluarkan peraturan
Nomor 16/8/2014 tentang uang elektronik atau e-money. Untuk mengembangkan
ekosistem tersebut, BI meminta agar perusahaan perbankan dan perusahaan
telekomunikasi untuk bekerjasama.
Dalam aturan BI, penerbit e-money dilarang
melakukan kerja sama eksklusif serta dilarang untuk menahan nilai minimum
transaksi menggunakan uang elektronik. Perubahan menarik lainnya, BI juga
mendorong terjadinya interkoneksi top-up dan interoperability di
antara sesama penerbit e-money.
Dengan demikian, itu artinya dalam babak baru e-money ini,
tak ada lagi pemain industri yang dominan, baik dari pihak bank maupun operator
telekomunikasi. Semua pihak harus berkolaborasi jika ingin industri ini tumbuh
pesat.
Menurut Deputi Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan
Pembayaran Bank Indonesia, Yura A. Djalins, e-money di Indonesia
masih berjuang untuk mencapai transaksi Rp 10 miliar per hari di mana saat ini
rata-rata transaksinya masih Rp 7,7 miliar per hari dengan 30 juta kartu yang
beredar. Kontribusi transaksi e-money dari perusahaan telekomunikasi
hanya Rp 200 juta sampai Rp 300 juta per hari.
Sementara itu, nilai transaksi kartu ATM/Debit per April
2014 mencapai Rp 11,4 triliun per hari dengan jumlah kartu 87,9 juta kartu,
nilai transaksi kartu kredit Rp 690,8 miliar per hari dengan 15,2 juta kartu
yang beredar.
Penyebab utama adopsi e-money tidak tumbuh adalah
industri telekomunikasi dan perbankan berjalan sendiri-sendiri, masing-masing
mengeluarkan produk e-money. Padahal, kalau dua kekuatan industri ini
disatukan, hasilnya akan lebih baik.
Perusahaan telekomunikasi punya potensi besar untuk
mendukung e-money. Selama 250 tahun perjalanan industri perbankan di Indonesia,
masyarakat yang memiliki rekening bank hanya 60 juta orang. Angka tersebut jauh
lebih kecil dibandingkan pertumbuhan pengguna seluler yang mencapai 297 juta
pengguna dalam kurun waktu 18 tahun.
Kendala
Direktur Utama Telkomsel Alex Janangkih Sinaga, menyadari
bahwa operator telekomunikasi dan perbankan harus maju bersama dengan
perjanjian yang saling menguntungkan.
“Kalau ekosistem less
cash society dan financial
inclusion mau berkembang, jangan lupakan pemain telekomunikasi,” ujar
Alex dalam diskusi IndoTelko Forum berjudul“Collaborative
& Incentives: a New Breakthrough for e-Money,” Rabu (11/6/2014).
Hal senada diungkapkan Chief of Digital Services XL Axiata,
Dian Siswarini. Ia berpendapat belum ada optimalisasi aset, seperti belum
tersedianya banyak aplikasi untuk pembayaran elektronik dan standarisasi
teknologi.
"Kita akui transaksi dan adopsi e-money belum
banyak walau sebetulnya usaha untuk percepatan adopsi e-money sudah
besar. Kenapa? karena masing-masing pemain seperti berjalan sendiri,” tuturnya.
Perusahaan telekomunikasi dan perbankan juga disarankan
untuk melakukan promosi dan sosialisasi bersama agar efek kepada masyarakat
jelas terasa.
Dalam aturan baru BI, penerbit e-money dibagi
menjadi tiga lembaga, yakni bank umum, bank pembangunan daerah (BPD), dan
lembaga selain bank (LSB). Saat ini ada 17 penerbite-money di Indonesia,
dimana nilai transaksinya berkisar Rp 7,7 miliar per hari dengan volume
sebanyak 420 ribu kali.
Bisa dilihat, angka itu tumbuh signifikan dari waktu ke
waktu. Transaksi e-money pada 2009 tercatat sebanyak 48 ribu kali
senilai Rp 1,4 miliar per hari. Pada 2010 naik menjadi 73 ribu transaksi dengan
nilai Rp 1,9 miliar. Pada 2011, transaksi kembali meningkat mencapai 112 ribu
transaksi dengan nilai Rp 2,7 miliar. Di 2012, tercatat ada 219 ribu transaksi
dengan nilai Rp 3,9 miliar. Itu artinya, setiap tahun transaksi e-money tumbuh
120 persen.
Sejauh ini, beberapa bank yang telah mengeluarkan produk e-money di
antaranya BCA, Bank Mandiri, Bank Mega, BNI, BNI, Bank DKI. Sementara dari sisi
operator telekomunikasi ada Telkomsel, XL Axiata, Indosat, Telkom, dan Finnet.
Produk e-money juga dirilis oleh pemain independen seperti Skye Sab dan Doku.
Editor: Wicak
Hidayat
Tanggapan untuk Kasus 3 : Bicara
tentang e-money, meskipun sudah hampir beberapa tahun ini kata e-money tidak
asing lagi di telinga beberapa masyarakat tetapi masih ada masyarakat yang
belum familiar dengan e-money tersebut. Bahkan untuk yang sering mendengar kata
e-money ada juga yang belum mengetahui fungsi e-money dengan jelas. Perbankan
dan Telekomunikasi bukan satu-satunya kendala dalam pengaplikasian e-money,
pengetahuan masyarakat akan manfaat e-money sesungguhnya dan cara penggunaan
e-money tersebut belum tersebar merata ke beberapa daerah. Saya akui usaha Perbankan
dan Perusahaan Telekomunikasi sudah melakukan promosi dan sosialisasi dengan baik
untuk menarik minat masyarakat dengan
uang elektronik sehingga angka pertumbuhan pengguna e-money tumbuh secara
signifikan dari waktu ke waktu. Beberapa perusahaan di bidang bisnis yang belum
menerapkan e-money untuk bertransaksi ada baiknya diajak untuk oleh pihak
perbankan untuk menggunakan e-money untuk lebih meningkatkan penggunaan e-money
di masyarakat. Selain itu, pengembangan aplikasi yang mendukung e-money juga
harus diperhatikan untuk memudahkan pengguna dalam bertransaksi.
0 komentar: